Setelah
sebulan penuh kerjaan akhirnya ada waktu senggang juga. Sebenarnya waktu
senggang di kantor ini mau aku gunakan untuk mencari info tentang les Toefl dan
Liburan ke Bali, tapi laptopku tidak bias menyambung ke wifi dan iPhoneku kabel
chargernya rusak, jadi demi baterai bisa bertahan lama, maka tidak aku
sambungkan internet.
2
hari yang lalu tepatnya tanggal 6 Mei, aku baru saja lepas kawat gigi, selama
ini kayaknya memang aku berhubungan erat dengan kawat gigi. Aku pertama pakai kawat gigi sekitar bulan
November 2008, dulunya aku sangat tidak percaya diri dengan gigiku, gigi yang
bawah lebih maju ke depan serta berantakan, sedangkan gigi atasku sudah
gingsul, tidak bagus lagi gingsulnya. Selain itu setiap ada pemeriksaan
kesehatan gigi di UKS aku paling benci, karena setiap kali dokter giginya
geleng – geleng mengenai gigiku yang banyak lubangnya. Selalu setiap tahunnya,
gigiku yang memiliki lobang paling banyak di kelas.
Saking
tidak PD nya dengan gigi sendiri, kerap kali aku tidak berani foto tersenyum
dengan menampakkan gigi. Sebenarnya sejak SD, sudah langganan ke dokter gigi,
kalau nggak lubang ya dicabut. Dulu biaya untuk kawat gigi hanya Rp 400.000,-
tapi kalau tidak salah dokternya bilang, belum saatnya menggunakan kawat gigi.
Jadi aku baru memakai kawat saat kelas XII SMA dan harganya sudah melonjak
tinggi menjadi Rp 8.000.000,-.
Sebelum
dipasangkan kawat, gigi tidak boleh ada yang lubang, gigi berlubangku yang
awalnya ada belasan, langsung ditangani oleh drg. Yenny Chandra sehingga bim
salabim, tidak gigi berlubang lagi. Saat pemeriksaan di UKS pun rasanya senang
sekali tidak mendapat surat mengenai gigi berlubang dari UKS. Setelah
penambalan gigi, dilakukan pencabutan gigi yang dirasa mengganggu, gigiku saat
itu dicabut 2 buah di bagian bawah. Gigi geraham kalau tidak salah. Metode
dokter gigi sudah cukup canggih, jika dulu aku harus menahan sakit saat gigi
dicabut, sekarang ak diberi sejenis obat bius sehingga bagian gigi yang mau
dicabut menjadi mati rasa.
Pemasangan
kawat gigi dimulai dengan memasang bagian atas dulu, saat di lokasi, tidak
terlalu sakit, begitu shocknya saat keesokan pagi terbangun dari tidur malam, gigi
nyeri luar biasa, tidak semangat makan maupun bicara. Mulut terasa penuh dan
terasa sariawan karena gusi tergesek oleh komponen – komponen kawat tersebut.
Walau memang rasa sakit tersebut terasa hanya 1 minggu saja, tapi aku bertemu
lagi dengan rasa sakit itu setelah gigi bagian bawah di pasang kawat pula.
Dulunya
aku berekspetasi ingin menggunakan karet kawat berwarna hijau, karena aku suka
dengan warna hijau. Tapi ternyata untuk kondisi gigiku ini tidak digunakan
karet, tapi digunakan pir untuk dapat mendorong gigi yang gingsul. Begitu
tersiksa menggunakan kawat gigi, aku tidak diperbolehkan memakan jagung secara
langsung (tanpa diserut), padahal aku sangat menyukai jagung bakar. Selain itu
makanan sering sekali menyangkut di gigi. Jenis sikatnya pun dulu ada 3 macam.
Jadi untuk sikat gigi saja membutuhkan waktu yang lama padahal tidak bisa 100%
bersih.
Fakta
dari pemakaian kawat gigi, semakin lama kamu memakai kawat gigi, maka semakin
banyak pula gigi berlubangmu setelah dilepas nanti. Begitu shocknya aku
ternyata gigi lobangku ada 6 lebih setelah dicopot kawatnya. Dan lagi yang
perlu dipikirkan sebelum anda berkonsultasi pemasangan kawat pada dokter gigi,
harga di pemasangan tidak include dengan harga retainer. Retainer adalah kawat
gigi yang bisa dipasang dan dicopot. Retainer umumnya ditarik biaya Rp 400.000
untuk satu sisi. Jadi biaya untuk retainernya adalah Rp 800.000.
Akan
tetapi satu hal yang penting, gigi yang rapi tentu membuat kita lebih percaya
diri, walaupun demi mendapatkan gigi yang rapi tersebut, rasa sakitnya luar
biasa. No Pain No Gain.
Before - After
Tidak ada komentar:
Posting Komentar