Oleh karena sudah tidak ada
kerjaan di kantor, maka aku membawa buku TOEFL ke kantor untuk belajar di kala
senggang, awalnya cukup antusias, apalagi saat mengetahui kiat – kiat dan trik
dalam menjawab. Entah mengapa, baru 2 – 3 jam membaca sudah sangatlah bosan.
Padahal awalnya kukira belajar di saat sudah lama tidak belajar akan
menyenangkan, ternyata sama saja. Menghitung volume lebih menarik dibanding
belajar bahasa Inggris kayaknya.
Memang sejak saat masih
kecil sampai sudah dewasa begini, bahasa Inggrisku cukup lemah, padahal dulu
saat TK, diam – diam ikut ekstrakurikuler Bahasa Inggris tanpa bilang ke orang
tua. Sedangkan sekarang malah tidak bisa bahasa Inggris sama sekali.
Berbicara mengenai Toefl,
saat SMA pernah ada tes Toefl gratis dari sekolah, gratis dan wajib lebih
tepatnya. Semua murid kelas X harus mengikuti tes Toefl ini, tidak ada
persiapan karena memang tidak pernah tes sebelumnya. Alhasil saat hasil tes
Toefl dibacakan, nilaiku hanya 300an (aku tidak ingat tepatnya berapa) dan aku
urutan ke 28 dari 35 siswa di kelasku, padahal kelasku merupakan kelas paling
nakal di kelas X, yang jelas bukan murid – murid dengan otak yang sangatlah
cemerlang.
Dulunya sangatlah tidak
tertarik pada Bahasa Inggris. Tidak tertarik pula oleh Toefl. Tidak tertarik
dengan studi lanjut. Tapi setelah bekerja dan memikirkan kehidupan di Indonesia
ini bias dibilang tidak bias diharapkan, lama kelamaan lulusan S1 sama dengan
lulusan SMA. Bila beberapa puluh tahun lalu, lulusan SMA sudah bisa bekerja
dengan gaji standart, sekarang sudah banyak perusahaan yang mencari minimal
lulusan S1. Padahal hanya selisih 1 generasi loh. Di sisi lain, melihat
banyaknya pengeluaran saat di rumah, tidak bisa membayangkan, gaji yang awalnya
kulihat cukup besar bagi mata seorang anak yang baru saja mentas dari jenjang
pendidikan, lama kelamaan pendapatan tersebut akan terlihat sangatlah
menyesakkan hati.
Hal itulah yang membuatku
ingin tertarik apply beasiswa ke Taiwan, karena aku bisa mengukir masa depan
tanpa pengeluaran yang banyak, yang dibutuhkan adalah kemauan dan kerja keras
di awal. Di sisi lain, ingin merasakan hidup sendiri, selama 22 tahun ini
bergantung pada orang tua dan cece, serasa tidak pernah mengambil keputusan
sendiri, padahal usiaku sudah bisa dibilang usia untuk mulai mengambil
keputusan. Kerap kali aku salah mengambil keputusan, tapi bila terus – terusan
bergantung, kapan aku bisa beranjak dewasa?
Semoga keputusanku kali ini
tidak salah lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar