Sebenarnya ini cerita lama
sih, tapi baru kuceritakan sekarang. Sebelum tahun 2012, aku sama sekali belum
ke luar negeri, boro-boro keluar negeri, keluar kota atau luar pulau saja
jarang-jarang. Dulu aku ingin sekali bisa ke Singapura dan menemukan toko
miliki JJ Lin dan ternyata impianku itu bisa jadi kenyataan pada Februari 2012.
Singapura merupakan kota
yang sangatlah rapi dan bersih dibandingkan dengan di Surabaya, masyarakatnya
campuran, ada yang Chinese, melayu bahkan orang barat, maka dari itu bahasa
yang sering digunakan adalah bahasa Inggris dan bahasa Mandarin. Biaya hidup
dan makan di Singapura mahal sekali, hampir semua lebih mahal dari Surabaya
kecuali ice cream roti. Bila di Surabaya ice cream roti dibandrol sekitar Rp.
15.000, di kota asalnya hanya dikenai biaya 1 SGD atau setara dengan Rp 8.000,
rasanya pun sepertinya enakan yang asli Singapura karena bisa dimakan sambil
berjalan di trotoar depan mal, kalau di Surabaya kan makannya di dalam mal.
Aku hanya ke Orchard Road,
Sentosa Island dan Universal Studio. Orchard Road adalah jalan yang penuh
dengan mal, sekeliling rasanya mal semua dan memang kebetulan saat itu hotel
kami dekat dengan Orchard Road. Ada 1 mal yang cukup menarik, karena
pembangunannya bukan ke atas, tapi ke bawah, jadi isi malnya ada di lantai
bawah pintu masuk sampai beberapa lantai, mal tersebut adalah Ion Orchard.
Sebenarnya banyak mal di Orchard Road tapi aku lebih tertarik di Ion Orchard
dan Lucky Plaza. Kalau Lucky Plaza, memang arsitekturnya lebih mirip pasar atum
versi kecil tapi harganya pun juga lebih murah, secara bukan barang bermerk. Di
Singapura ini impianku mengunjungi toko JJ Lin menjadi kenyataan, tapi hanya
sekedar melihat dan foto dari luar karena harganya cukup tinggi. Oya, “mas-mas”
dan “mbak-mbak” penjaga toko di Singapura cakep-cakep loh. Bahkan yang menjaga
di toko JJ Lin lebih cakep daripada JJ Lin-nya.
Makanan di Singapura
sebenarnya biasa saja sih, yang enak mungkin Din Tai Fung, Din Tai Fung memang
ada di Surabaya tapi ternyata yang di jual berbeda dan rasanya berbeda. Din Tai
Fung di Singapura ini ramai sekali, orang mengantre makan seperti mengantre
dokter, ada nomer antrean dan itu pun tergantung meja yang kosong, jadi missal
si A datang lebih dulu dengan jumlah 3 orang, sedangkan si B datang dengan 2
orang, bila meja yang kosong dahulu adanya yang 2 orang, si B yang akan
dimasukkan terlebih dahulu. Serta sambil menunggu, customer dipersilahkan
memilih menu. Menu di Din Tai Fung bertuliskan Han Zi, jadi kami agak kesulitan,
untungnya kami ingin membeli Xiao Long Bao, jadi kami mencari 3 huruf dengan
huruf Xiao yang berarti ‘Kecil’ di buku menu.
Kalau anda ingin puas di USS
dan suka dengan permainan saya sangat menyarankan untuk membeli tiket express,
tiket biasa antrenya tidak aturan, seharian bisa-bisa Cuma bisa main 3-4
permainan saja. Lama di antreenya. Memang menambah sekitar Rp 200.000 tapi
cukup worthed dengan yang di dapatkan. Oya disarankan kalau ingin menghemat
pengeluaran, jangan nginap di hotel, lebih baik di apartment saja.
Singapura sangat taat
peraturan jadi jangan sekali-kali melanggar peraturan, membuang sampah
sembarangan atau tidak memakai sabuk pengaman saat di mobil. Sopir-sopir taksi
di sana lebih menyarankan kita jalan kaki bila tujuan kita dekat dibanding naik
taxinya, bahkan ada pula yang menyindir, ”Kamu itu masih muda, masa ke sana aja
pakai naik taxi.”
Di Floating Market, terinspirasi setelah melihat Running Man
Aku dengan 'Nickhun' di Madame Tussaud Bangkok Thailand
Setelah dari Singapura, kami
melanjutkan perjalanan ke Bangkok, biaya hidup di Bangkok kurang lebih sama
seperti di Surabaya, tapi lalu lintasnya bokkkk, sangat amat semrawut. Aku
tidak tertarik lihat banci show di sana jadi hanya beli barang-barang di sana,
baju, sepatu, tas dan beberapa barang di sana jauh lebih bagus dibanding di
Surabaya. Aku membeli tas sneaker hanya dengan Rp 45.000, aku pernah lihat di
online shop, barang yang sejenis dibandrol Rp 150.000. Ada juga pensil kayu di
sana hanya dijual Rp 1500, konon katanya di sini dijual juga tapi di mal dengan
harga Rp 50.000. Cuannya orang sini tidak aturan.
Seafood terenak yang pernah
aku makan juga ada di Bangkok, bumbunya enak sekali, jimbaran tidak ada
apa-apanya, harganya pun tidak ada apa-apanya. Karena tidak ditulis harga di
daftar menu, jadi kami memesan sesukanya, eh ternyata di tagihan tertulis 7000
Bhat, bila 1 Bhat adalah Rp 300, silahkan di Rupiahkan sendiri. Setelah insiden
makan mewah tersebut, hari-hari berikutnya kami hanya makan KFC.
Entah rasanya kok sering
sekali dibohongi di Thailand ini, becak di sana dikenal dengan nama Tuktuk,
tapi sopirnya ada di depan, awalnya perjalanan dekat dibandrol 100 Bhat, karena
kami tidak tahu harga jadi ya naik saja. Ternyata di hari terakhir di Bangkok
ini kami bertemu dengan salah satu Tuktuk dari asosiasi TukTuk, keliling ke
sana ke mari Cuma 50 Bhat.
Saat itu aku
hangat-hangatnya menonton Running Man yang berkunjung di Thailand, dari sana
tertarik untuk mengunjungi floating market, tempat berjualan souvenir tapi
konsepnya pasar terapung, kayaknya saat itu dibohongi lagi, perjalanan jauh
sekali, mungkin seperti dari Surabaya-Malang, sampai sana menyewa kapal sekitar
Rp 1.000.000, semakin tidak aturan saja. Souvenir yang dibeli tidak semahal
kapalnya.
Hari terakhir agar tidak
menyesal ke Bangkok, aku pun mengunjungi Madame Tussaud, lokasi patung lilin
para tokoh-tokoh terkenal.setengah tahun sebelumnya temanku ada yang ke Madame
Tussaud belum ada patung lilin Nickhun, setengah tahun setelah aku pergi,
sepupuku ke Madame Tussaud dan patung lilin Nikchun sudah raib, cukup beruntung
juga aku. Walau banyak hal yang terjadi dan dibohongi, asal kita tidak
memikirkannya dan focus enjoy dengan liburan kita tentunya liburan kita akan
lebih menyenangkan, biarlah pengalaman tersebut sebagai pedoman kita untuk
berpergian di lain hari.