Jumat, 20 September 2013

The Real Toefl Test

Tanggal 18 kemarin aku mengikuti Tes Toefl di Aminef Ubaya, awalnya aku berpikir tidak ada teman ternyata aku bertemu dengan Aeng, teman SMA ku dan Livia anak divisi Acara P3kmaba 2012. Jujur agak takut dengan tes ini karena harganya cukup mahal dan tes ini diakui jadi pasti tingkat kesulitannya lebih tinggi. Apalagi adik kelas sebelumnya sudah tes pada tanggal 13 dan mereka mengatakan bahwa soalnya susah. Aku mencoba untuk menenangkan diri, aku ke toilet dulu sebelum tes. Sehari sebelumnya aku cukup shock dan tidak menyangka bahwa waktuku tinggal 1 hari saja, apalagi dalam latihan dari buku yang aku pinjam di perpustakaan, aku masih banyak salah di structure, mencapai belasan sampai 20an, sedangkan readingnya mencapai salah 20an juga. Agar menenangkan diri, H-1 sepulang kerja aku auto suggestion, auto suggestion merupakan afirmasi diri dengan mengatakan hal-hal positif bahwa saya bisa dan Toefl itu mudah. Aku lakukan sepanjang perjalanan pulang kerja dan aku memutuskan untuk tidak terpengaruh soal dari buku lainnya, khusus structure aku mengulangi lagi dari latihan Bu Dana karena setelah aku lihat lagi, buku latihannya itu ada labelnya ETS dimana soal Aminef juga dari ETS. H-1 aku gunakan untuk latihan lagi semua practice test structure, awalnya salah 7 di latihan pertama dan aku bisa salah kurang dari 5 setelah itu. Untuk reading aku tidak begitu ada persiapan kecuali menghafalkan kata-kata sulit dari les dan latihan. Aku menghafalkan setiap pk 4.30 sampai 5.00 karena dulu waktu aku SMA bila ada pelajaran hafalan aku memang kerap menghafalkan di jam sekian karena otak akan lebih mudah dan cepat menghafalkan. Sebenarnya cukup terlambat, aku menghafalkan hanya 1 minggu sebelum tes. Untuk listening aku latihan dari CD punya mamah Lydia, walau cuma 2 exercise saja yang nggena suaranya. Aku mencoba menengankan diriku seperti saat aku naik Tornado, tapi konsentrasi sempat terpecah saat listening, listening sama sekali tidak terdengar apa-apa dan aku merasa tidak menggunakan skill sama sekali. Aku mencoba tetap tenang dan mengerjakan structure secepat mungkin. Structurenya setingkat lebih sulit dari latihan Bu Dana, tapi aku bersyukur, aku bisa selesai walau tidak sempat mengecek ulang lagi. Jujur sampai detik tes aku belum menemukan cara yang tepat untuk mengerjakan Reading, aku pun nekad mencoba cara baru saat itu, yaitu mengerjakan soal refers to dan close meaning with, sebelumnya aku menggaris bawahi di soal dulu baru aku lihat kata sulit yang paling banyak di paragraph mana, baru paragraph itu aku baca dengan sungguh-sungguh. Cara ini mungkin tidak begitu cepat tapi bisa menjadi lebih teliti (menurutku) walau aku tidak tahu hasilnya bagaimana. Meskipun aku tidak tahu hasilnya bagaimana. Tapi memang hasil dari bangun subuh tiap pagi cukup membantuku karena ada beberapa kata-kata dari yang aku hafalkan keluar di bacaan sehingga aku sedikit bisa lebih mengerti bacaannya. Listening yang berantakan, structure yang tidak maximal dan reading yang tidak begitu yakin aku merasa aku kurang cukup maximal tapi at least aku bisa tenang mengerjakan tanpa punya tekanan siapa lawanku saat mendaftar NTUST (yang notabene cumlaude semua dan aslab semua) dan aku merasa bersyukur karena walau tidak maximal, tapi Tuhan memberikanku kepercayaan diri lagi pada H-1 tes. Aku memang tidak tahu bagaimana hasilnya dan aku tidak begitu optimis. Apapun hasilnya nanti, aku akan menunjukkan lewat blog karena menurutku ini suatu hal yang sangat luar biasa dari Toefl yang hanya 300an saat SMA, aku masih punya kepercayaan diri walau pasti di bawah targetku. Aku tidak menyangka seorang Tabita Tania akan bisa menjalani kelikuan belajar Toefl ini. Still believe in GOD.

TOEFL Course with Mrs Danawati

Sebelumnya aku sudah les di ULC Ubaya tapi aku merasa kurang dan aku mencoba cari info lagi tentang les Toefl di tempat lain, Celia memberiku refernesi Bu Dana ini. Aku pun nekad les sendiri selama 3 minggu. Cukup capek karena setiap hari harus kerja dan lanjut les sampai malam, awalnya aku sempat merasa capek tapi aku coba untuk mengingat jaman P3KMABA dulu, P3KMABA dengan mengurus skripsi jauh lebih mencapekkan dibanding les ini. Awalnya sempat kecewa karena materinya sama dengan di ULC, tapi metode pengajaran Bu Dana ini berbeda dan cukup gila menurutku, bayangkan saja 2 bulan di ULC dikebut 3 hari saja oleh Bu Dana, untung aku sudah les sebelumnya sehingga ada beberapa materi yang aku sudah mengenali. Memang banyak yang didapat dari Bu Dana, untuk listening, metode Bu Dana dengan mengulang pembicaraan di listening cukup membuat telingaku terbiasa. Structure, Bu Dana memberikan beberapa teori yang lebih mudah dipahami. Dan reading Bu Dana selalu menejemahkan semua bacaan sehingga aku bisa mencatati kata-kata sulitnya. Bu Dana juga mengajari auto suggestion, dimana metode ini untuk memberikan kepercayaan diri bahwa toefl itu mudah dan aku pasti bisa. Yang menjadi keunggulan dari les di Bu Dana ini karena beliau memberikan tes terus sampai 5x sehingga kita sudah terbiasa dengan jenis type soalnya, karena type soal Bu Dana ini dari ETS, lembaga yang sama seperti yang aku mau tes di Aminef. Saranku lebih baik kamu les dulu di ULC baru les di Bu Dana karena memang kalau mau banyak kemajuan harus punya konsentrasi yang tinggi dan kalau bisa jangan ada kenalan yang les bareng dengan kamu. Memang kemajuan nilai toeflku tidak begitu signifikan tapi bisa memberikanku sedikit kepercayaan diri.

Minggu, 01 September 2013

Joglo – Bromo Never Ending Story Never Ending Walking (Part 2 - Jogja)

Bisa dibilang di Solo ini merupakan yang jalannya paling sedikit, Walk Less Eat More. Sesampai di stasiun balapan kami langsung disambut oleh Andrew dan itu pertama kalinya aku merasakan keahliannya menyetir. Biasa sih masih kurang hati-hati, lokasi kuliner pertama kami adalah Timlo di dekat Pasar Besar, Timlonya lumayan enak sih tapi tidak tergila-gila amat justru Ratna yang tergila-gila. Setelah itu mencoba dawet di Pasar Besar, enak banget menurutku tapi menurut teman-teman kemanisan. Setelah itu ke PGS untuk beli oleh-oleh batik untuk orang-orang karena kami tidak mendapatkannya di Jogja. Sebenarnya agak sungkan sih sama yang cowok karena harus mengikuti kami belanja, akhirnya kami mempercepat durasi belanja dan untungnya barangnya lumayan-lumayan jadi perlu waktu yang banyak untuk membeli. Setelah itu kami pergi ke Kraton Solo dengan berjalan kaki *lagi* akumulasi jalan kaki pada 2 hari sebelumnya cukup membuat kami kelabakan, untungnya sih aku pakai sepatu jadi tidak sakit saat melewati kerikil-kerikil. Lokasi Kraton Solo ini lebih bagus dibanding Kraton Jogja dan juga tidak terlalu ramai lumayan buat lokasi foto-foto. Setelah itu ke lokasi hotel kami untuk istirahat, aku memutuskan mandi dulu baru tidur karena aku cukup capek dan ngantuk saat itu, lumayan bisa tidur 1jam lebih. Setelah itu wisata kuliner kami berlanjut di bebek Pak H Slamet, bebek terenak kedua yang pernah aku coba. Pertama aku dan Ratna berencana untuk parohan es teh tapi karena begitu enak bebek dan nikmat sambalnya tak terasa kami malah akhirnya memesan 3 es teh. Setelah itu masih lanjut makan jagung bakar, sudah cukup kenyang sebenarnya. Rencananya mau beli susu si Jack tapi kami batalkan karena kemalaman. Sesampai di hotel lagi-lagi main 7 skop sampai jam setengah 12 an dan aku yang tepar terlebih dahulu. Makan pagi di solo hari kedua adalah Soto Seger Bu Ginem. Menurutku sotonya enak setelah itu kami lanjut makan tongseng, mampir di salah satu Mal di Solo setelah itu mampir di serabi Notosuman, serabinya enak dan murah, makan bakso dan terakhir beli oleh-oleh yang belum di toko Orion. Tephen harus ke Airport sebelum jam 3, karena dia harus ke Jakarta lagi untuk ikut upacara 17 an di istana Negara. Tapi kami menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh batik lagi di kampung batik. Setelah mengantar Tephen ke Airport, aku menjajal kemampuan menyetir di kota orang, lumayan untuk sekalian menambah pengalaman. Aku menyetir dari airport sampai stasiun karena kami akan pulang ke Surabaya pada hari itu. Perjalanan mengisi waktu libur yang menyenangkan bersama teman-teman sebelum aku mulai les TOEFL *lagi* minggu depannya. Untuk foto2nya nyusul ajah ya :D

Joglo – Bromo Never Ending Story Never Ending Walking (Part 1 - Jogja)

Libur Lebaran di kantorku bisa dibilang lebih banyak dibanding dengan kebanyakan. Libur dari tanggal 7 – 18 Agustus, maka dari itu aku memanfaatkan libur panjang ini untuk berpergian bersama teman – teman. Tanggal 12 & 13 ke Jogjakarta, 14 & 15 ke Solo dan 16 & 17 ke Bromo. Malam sebelum ke Jogja, Ratna menginap di rumahku, rencananya sih tidur awal tapi malah ngobrol – ngobrol sampai jam 1.00 an padahal kami rencana bangun jam 5.00. alhasil kami overslept sampai jam 6.12 itupun gara – gara ceceku mampir kamarku untuk mandi mempersiapkan diri ke kantor, kami tidak menyadari alarm HP kami masing – masing, padahal rencana berangkat pk. 6.30, kontan saja aku terperanjat dari kasur dan langsung menuju dapur untuk masak indomie, karena Ratna ingin sekali sarapan indomie, lagian kamar mandi masih dipakai ceceku untuk mandi. Overslept but still ontime, waktu berangkat kami ke stasiun agak molor 10 menit dari rencana tapi kami masih ontime. Di kereta yang duduk di sebelah kami adalah pasangan bule yang cukup menarik perhatian. Di kereta kami tidak merasa bosan karena pemandangannya cukup bagus jadi selama 5 jam di kereta kami tidak merasa bokong tepos. Sampai di stasiun Tugu sang tuan rumah malah mengalami kendala dengan kereta, jadinya kami disambut oleh Tephen yang juga baru datang dari Jakarta. Sampai di sana kami menuju hotel dengan berjalan kaki melewati Jalan Malioboro, dan ternyata Jalan Malioboro begitu ramai jadi koper kami jalannya agak tersendat-sendat. Setelah mandi dan sambil menunggu Andrew, kami berjalan – jalan di Mal dekat hotel, Mal nya simple dan mengingatkanku dengan Tugas Betonku, jumlah lantai 4 dengan tangga besar di depan tapi ternyata tidak ada yang begitu menarik di sana, jadi kami melanjutkan melihat-lihat di toko sekitar Malioboro. Setelah menyambut kedatangan Andrew, kami melanjutkan penelusuran kami di sekitar Malioboro hari itu. Kami ke benteng Vredeburg, tapi karena kami terlalu sore sampai sana jadi kami hanya melihat – lihat sejenak. Lalu melanjutkan perjalanan ke Kraton, tapi karena lagi – lagi terlalu malam, kraton pun sudah tutup juga jadi kami gunakan untuk makan mie dan nasgor Pak Pele. Ya, di Jogja Solo ini aktivitas kami hanya jalan dan makan. Sembari kembali menuju hotel, kami mampir dulu untuk beli kaos kembaran dan ke café Raminten untuk cangkruk dan makan mendoan. Tak lama sampai di hotel, aku yang tepar duluan karena entah mengapa memang saat itu agak pusing. Oh ya, 1 kamar diisi 4 orang memang terasa sempit. Bangun pagi hari kedua akulah yang bangun pertama kali. Hari kedua ini merupakan walking day, karena kami tidak menyewa mobil dan hanya menggunakan Trans Jogja di awal-awal dan taksi di akhir-akhir. Kami pertama mengunjungi Taman Pintar, taman ini seperti di Jatim Park jadi ada lokasi-lokasi edukasinya. Setelah dari Taman Pintar kami berencana ke Kraton lagi karena kemarin kratonnya masih tutup, di sana rencananya sih mau jajan pentol sundukan sama Ratna, tapi ternyata mahal sekali, 4 pentol dibandrol Rp 10000. Setelah itu berfoto dan keliling-keliling di kraton, awalnya kami rencana ke Kraton yang selatan karena di sana ada pohon beringin yang terkenal katanya bila bisa melewati 2 beringin kembar dengan ditutup matanya maka keinginan bisa terkabul, seperti di dongeng-dongeng saja. Setelah keliling Kraton sebenarnya kaki sudah mulai tak kuat, tujuan kami berikutnya adalah ayam geprek di wilayah PKL Mrican, agak jauh dari tempat Kraton, jadi kami naik Transjogja, halte Transjogja dari Kraton pun cukup jauh, rencananya sih mau naik becak tapi malang nian nasib kami tidak ada becak ya bersedia mengantarkan kami. Alhasil dengan sisa-sisa tenaga yang ada kami berjalan menuju Transjogja. Perjalanan cukup lama, untungnya Transjogja sepi jadi kami bisa duduk, ternyata setelah sampai daerah ayam geprek pun kami harus mencari lokasi PKL tersebut dan tidak semua orang tahu. Jarak dari halte ke ayam geprek cukup jauh dan tidak pasti lokasinya. Setelah berjalan dengan cukup kebingungan dan melewati jalan kecil setara jalan di Siwalankerto, akhirnya kami menemukan lokasi PKL tersebut, entah mengapa saat mendekati aku punya feeling buruk kalau ayam geprek bakal tutup dan feelingku jarang-jarang benar begini. Ayam geprek gapleki tenan, sudah lapar, menempuh perjalanan jauh nan capek ternyata di-PHP sama ayam geprek, akhirnya kami mencoba ayam Pak Kobis yang katanya merupakan ayam geprek KW, lumayan lah mengisi perut yang sudah kosong sambil minum es teh, tapi kami rencana untuk ke Mall Jogja untuk ke cafenya Bong Chandra juga jadi kami telepon taxi, luar biasanya taxi datang tidak sampai 5 menit rasanya. Jadi kami buru-buru makan ayam geprek, eh ayam pak kobis. Karena merasa belum puas dengan ayam geprek KW, kami memutuskan untuk makan lagi iga sapi di cow mad, kami pesan 2 porsi saja untuk berempat, lumayan lah cukup puas karena porsi yang cewek lebih besar. Hahaha. Setelah jalan-jalan sejenak di mal tersebut kami ke Café Bong, di sana jujur bingung mau pesan apa, mau pesan sejenis manisan pencit tapi habis jadi aku memesan yinyang coffee, susu tarik dengan kopi tarik. Sebenarnya aku tidak terlalu suka kopi, apalagi pernah punya pengalaman buruk dengan kopi, tapi lumayan juga lah. Yang menarik di café Bong sebenarnya hanya interiornya. Setelah makan di café Bong, kami memutuskan ke Amplas Plaza sebelum ke Taman Pelangi. Amplas Plaza merupakan mal terbesar di Jogja katanya, kami menggunakan jasa Trans Jogja lagi, tapi nasib kami kali ini kurang mujur, Trans Jogjanya rame jadi kami terpaksa berdiri dan tidak disangka perjalanan cukup lama. Di Trans Jogja inilah kekuatan otot tangan kita diuji, apalagi posisiku bisa dibilang kurang enak, karena tidak bisa menyandar. Berdiri dengan berpegangan erat pada pegangan dan posisi kuda-kuda untuk pertahanan terhadap rem. Untungnya dulu waktu SMA pernah rutin push up, jadi tangan tidak terlalu gempor. Sesampai di Amplas Plasa, Ratna mau ke toilet jadi kutemani, saat itu lokasi toilet cukup ramai. Ratna pun menitipkan tasnya padaku dan dia hanya membawa S3 mininya ke toilet. Ratna keluar dari toilet tanpa memegang apa-apa dan tanpa ada tonjolan di kantongnya, jarang-jarang aku memperhatikan hal kecil seperti ini, aku langsung menanyakan S3nya Ratna dan benar tertinggal di toilet. Untungnya orang yang masuk setelah Ratna merupakan orang yang baik dan mau mengembalikan. Di Amplas ini sebenarnya hanya duduk-duduk dan minum macha saja sih, itupun nyoba punyanya Tephen, Tephen memang suka sekali dengan macha, aku juga suka sih makanya nyoba. Setelah itu ternyata memang sudah waktunya ke Taman Pelangi. Karena sudah cukup exhausted, kami memutuskan untuk naik Taxi, naik Taxi tidak mahal ternyata apalagi patungan orang 4. Taman Pelangi seperti BNS tapi mainannya hanya sepeda air, bom-bom car, ada juga sepeda yang pedalnya ada banyak. Taman Pelangi ini mengingatkanku dengan lokasi syuting ISWAK karena ada sepeda air dan sepeda yang pedalnya banyak. Kami di sana keliling lampion dan naik becak mini saja. Sebenarnya ingin naik sepeda yang pedalnya banyak tapi aku dan Ratna tidak teteh naik sepeda ontel dan aku pakai rok, jadi tidak leluasa, akhirnya batal deh. Selesai dari Taman Lampion, kami naik Taxi lagi menuju Raminten yang pusatnya karena Ratna ngidam mendoan *lagi* dan sesampai di Raminten ngantree-nya bok, mengingatkanku ngantree di Din Tai Fung, system mereka pun sama dengan Din Tai Fung. Bedanya suasana Raminten suasana remang-remang. Jujur sebenarnya capek ngantree saat itu karena aku tidak begitu suka mengantree soalnya jadi pesanan pun saya percayakan pada teman-teman. Tapi ternyata antrean tidak selama yang saya bayangkan dan memang harga dan porsi di pusatnya lebih murah dan besar. Lumayan lah, tidak begitu kecewa. Setelah itu kami kembali ke hotel menggunakan Taxi lagi. Setelah dicek ternyata kami sudah jalan 26000 langkah. Sesampai di hotel malah diajak Ratna main 7 skop. Kami main sampai jam 3 subuh, bayangkan, tapi saat semua sudah tepar terkapar tidur, hanya aku yang tidak bisa tidur, entah apa karena efek dari kopi yang aku minum di Café Bong atau tidak. Melihat jam di HP sampai jam 4 pun aku masih belum bisa tidur, jadi aku memutuskan untuk keliling hotel agar tidak bosan, tapi ternyata hotelnya membosankan, kecil dan tidak ada yang bisa dilihat akhirnya aku kembali lagi ke kamar dan posisiku sudah dikuasai Ratna alhasil aku semakin tidak bisa tidur. Ya bisa sih tapi Cuma 15 menit rasanya dan aku tetap seger. Aneh sekali. Padahal pagi-pagi kami harus sudah ke stasiun untuk ke Solo jadi aku memutuskan untuk sekalian tidak tidur waktu itu agar bisa membangunkan teman-teman takutnya overslept. Cerita di Solo akan hadir di Joglo Part 2 :D