Jumat, 05 Juli 2013

Trip to JJ Lin and Nickhun Country


Sebenarnya ini cerita lama sih, tapi baru kuceritakan sekarang. Sebelum tahun 2012, aku sama sekali belum ke luar negeri, boro-boro keluar negeri, keluar kota atau luar pulau saja jarang-jarang. Dulu aku ingin sekali bisa ke Singapura dan menemukan toko miliki JJ Lin dan ternyata impianku itu bisa jadi kenyataan pada Februari 2012.

Singapura merupakan kota yang sangatlah rapi dan bersih dibandingkan dengan di Surabaya, masyarakatnya campuran, ada yang Chinese, melayu bahkan orang barat, maka dari itu bahasa yang sering digunakan adalah bahasa Inggris dan bahasa Mandarin. Biaya hidup dan makan di Singapura mahal sekali, hampir semua lebih mahal dari Surabaya kecuali ice cream roti. Bila di Surabaya ice cream roti dibandrol sekitar Rp. 15.000, di kota asalnya hanya dikenai biaya 1 SGD atau setara dengan Rp 8.000, rasanya pun sepertinya enakan yang asli Singapura karena bisa dimakan sambil berjalan di trotoar depan mal, kalau di Surabaya kan makannya di dalam mal.

Aku hanya ke Orchard Road, Sentosa Island dan Universal Studio. Orchard Road adalah jalan yang penuh dengan mal, sekeliling rasanya mal semua dan memang kebetulan saat itu hotel kami dekat dengan Orchard Road. Ada 1 mal yang cukup menarik, karena pembangunannya bukan ke atas, tapi ke bawah, jadi isi malnya ada di lantai bawah pintu masuk sampai beberapa lantai, mal tersebut adalah Ion Orchard. Sebenarnya banyak mal di Orchard Road tapi aku lebih tertarik di Ion Orchard dan Lucky Plaza. Kalau Lucky Plaza, memang arsitekturnya lebih mirip pasar atum versi kecil tapi harganya pun juga lebih murah, secara bukan barang bermerk. Di Singapura ini impianku mengunjungi toko JJ Lin menjadi kenyataan, tapi hanya sekedar melihat dan foto dari luar karena harganya cukup tinggi. Oya, “mas-mas” dan “mbak-mbak” penjaga toko di Singapura cakep-cakep loh. Bahkan yang menjaga di toko JJ Lin lebih cakep daripada JJ Lin-nya.

Makanan di Singapura sebenarnya biasa saja sih, yang enak mungkin Din Tai Fung, Din Tai Fung memang ada di Surabaya tapi ternyata yang di jual berbeda dan rasanya berbeda. Din Tai Fung di Singapura ini ramai sekali, orang mengantre makan seperti mengantre dokter, ada nomer antrean dan itu pun tergantung meja yang kosong, jadi missal si A datang lebih dulu dengan jumlah 3 orang, sedangkan si B datang dengan 2 orang, bila meja yang kosong dahulu adanya yang 2 orang, si B yang akan dimasukkan terlebih dahulu. Serta sambil menunggu, customer dipersilahkan memilih menu. Menu di Din Tai Fung bertuliskan Han Zi, jadi kami agak kesulitan, untungnya kami ingin membeli Xiao Long Bao, jadi kami mencari 3 huruf dengan huruf Xiao yang berarti ‘Kecil’ di buku menu.

Kalau anda ingin puas di USS dan suka dengan permainan saya sangat menyarankan untuk membeli tiket express, tiket biasa antrenya tidak aturan, seharian bisa-bisa Cuma bisa main 3-4 permainan saja. Lama di antreenya. Memang menambah sekitar Rp 200.000 tapi cukup worthed dengan yang di dapatkan. Oya disarankan kalau ingin menghemat pengeluaran, jangan nginap di hotel, lebih baik di apartment saja.

Singapura sangat taat peraturan jadi jangan sekali-kali melanggar peraturan, membuang sampah sembarangan atau tidak memakai sabuk pengaman saat di mobil. Sopir-sopir taksi di sana lebih menyarankan kita jalan kaki bila tujuan kita dekat dibanding naik taxinya, bahkan ada pula yang menyindir, ”Kamu itu masih muda, masa ke sana aja pakai naik taxi.”
Di Floating Market, terinspirasi setelah melihat Running Man


Aku dengan 'Nickhun' di Madame Tussaud Bangkok Thailand

Setelah dari Singapura, kami melanjutkan perjalanan ke Bangkok, biaya hidup di Bangkok kurang lebih sama seperti di Surabaya, tapi lalu lintasnya bokkkk, sangat amat semrawut. Aku tidak tertarik lihat banci show di sana jadi hanya beli barang-barang di sana, baju, sepatu, tas dan beberapa barang di sana jauh lebih bagus dibanding di Surabaya. Aku membeli tas sneaker hanya dengan Rp 45.000, aku pernah lihat di online shop, barang yang sejenis dibandrol Rp 150.000. Ada juga pensil kayu di sana hanya dijual Rp 1500, konon katanya di sini dijual juga tapi di mal dengan harga Rp 50.000. Cuannya orang sini tidak aturan.

Seafood terenak yang pernah aku makan juga ada di Bangkok, bumbunya enak sekali, jimbaran tidak ada apa-apanya, harganya pun tidak ada apa-apanya. Karena tidak ditulis harga di daftar menu, jadi kami memesan sesukanya, eh ternyata di tagihan tertulis 7000 Bhat, bila 1 Bhat adalah Rp 300, silahkan di Rupiahkan sendiri. Setelah insiden makan mewah tersebut, hari-hari berikutnya kami hanya makan KFC.

Entah rasanya kok sering sekali dibohongi di Thailand ini, becak di sana dikenal dengan nama Tuktuk, tapi sopirnya ada di depan, awalnya perjalanan dekat dibandrol 100 Bhat, karena kami tidak tahu harga jadi ya naik saja. Ternyata di hari terakhir di Bangkok ini kami bertemu dengan salah satu Tuktuk dari asosiasi TukTuk, keliling ke sana ke mari Cuma 50 Bhat.

Saat itu aku hangat-hangatnya menonton Running Man yang berkunjung di Thailand, dari sana tertarik untuk mengunjungi floating market, tempat berjualan souvenir tapi konsepnya pasar terapung, kayaknya saat itu dibohongi lagi, perjalanan jauh sekali, mungkin seperti dari Surabaya-Malang, sampai sana menyewa kapal sekitar Rp 1.000.000, semakin tidak aturan saja. Souvenir yang dibeli tidak semahal kapalnya.


Hari terakhir agar tidak menyesal ke Bangkok, aku pun mengunjungi Madame Tussaud, lokasi patung lilin para tokoh-tokoh terkenal.setengah tahun sebelumnya temanku ada yang ke Madame Tussaud belum ada patung lilin Nickhun, setengah tahun setelah aku pergi, sepupuku ke Madame Tussaud dan patung lilin Nikchun sudah raib, cukup beruntung juga aku. Walau banyak hal yang terjadi dan dibohongi, asal kita tidak memikirkannya dan focus enjoy dengan liburan kita tentunya liburan kita akan lebih menyenangkan, biarlah pengalaman tersebut sebagai pedoman kita untuk berpergian di lain hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar